Minggu, 21 Juni 2015

Definisi Wacana



Definisi Wacana

Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Menurut Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat  atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Lebih lanjut, Syamsuddin (1992:5) menjelaskan pengertian wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk dari unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap yang disajikan secara teratur dan membentuk suatu makna.Wacana adalah rangkaian ujaran lisan maupun tulisan yang mengungkapkan suatu hal, disajikan secara teratur (memiliki kohesi dan koherensi), dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental bahasa.Mempelajari wacana berarti pula mempelajari bahasa dalam pemakaian. Di samping itu, pembicaraan tentang wacana membutuhkan pengetahuan tentang kalimat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kalimat.Untuk mencapai wacana yang kohesi dan koherensi diperlukan alat-alat wacana. Baik yang berupa alat gramatikal , aspek semantik, atau gabungan keduanya. Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan agar suatu wacana menjadi kohesi, antara lain adalah (a) konjungsi, (b) kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis, (c ) menggunakan elipsis (Chaer, 1994).
Penggunaan aspek semantik juga dapat dilakukan agar suatu wacana menjadi kohesi dan koherensi. Menurut Chaer hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: (1) menggunakan hubungan pertentangan antarkalimat, (2) menggunakan hubungan generik-spesifik atau sebaliknya spesifik-generik, (3) menggunakan hubungan perbandingan antara dua kalimat dalam satu wacana, (4) menggunakan hubungan sebab akibat antara dua kalimat, (5) menggunakan hubungan tujuan dalam satu wacana, dan (6) menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua kalimat dalam satu wacana.

Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk

 Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk
Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Analisis wacana kritis model van Dijk bukan hanya semata-mata mengalisis teks, tapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat, dan bagaimana kognisi atau pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks yang dianalisis. Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi atau bangunan yaitu : teks, kognisi sosial dan konteks sosial.
     Inti analisisnya adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Pada  dimensi teks yang diteliti bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita, yang melibatkan kognisi individu dari wartawan atau redaktur. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat  akan suatu masalah yang mempengaruhi kognisi wartawan atau redaktur. Namun, dalam analisis ini penulis tidak membahas ketiga dimensi tersebut. Penulis hanya fokus pada analisis teks saja.
Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif-kualitatif dengan dasar penelitian mengunakan metode analisis wacana kritis Teun A. van Dijk. Data deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran laporan penyajian. Oleh karena sifatnya berhubungan dengan  kata-kata dan perilaku orang, maka pendeskripsian menjadi sangat penting untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang lebih jelas atas masalah yang dibahas. Proses interpretasi dilakukan, yaitu menafsirkan data guna mengungkapkan makna-maknanya sebagai bagian dari analisis.
            Analisis teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ada tiga tingkatan dalam analisis teks: struktur makro, superstruktur dan struktur mikro.
1.  Struktur Makro (Tematik).  Elemen tematik merupakan makna global(global meaning) dari satu wacana. Tema merupakan gambaran umum mengenai pendapat atau gagasan yang disampaikan seseorang atau wartawan. Tema menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita.
2. Superstruktur  (Skematik/ Alur: Teks atau wacana umumnyamempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk satu kesatuan arti. Sebuah berita terdiri dari dua skema besar. Pertama summary yang ditandai dengan judul dan lead. Kemudian kedua adalah story yakni isi berita secara keseluruhan.    
3.  Struktur Mikro.  Struktur ini terdiri atas :        
a) Analisis Semantik  Tinjauan semantik suatu berita atau laporan akan meliputi latar, detail, ilustrasi, maksud dan pengandaian yang ada dalam wacana itu.
1)   Latar : Latar merupakan elemen wacana yang dapat mempengaruhi  (arti kata) yang ingin disampaikan. Seorang wartawan ketika menyampaikan pendapat biasanya mengemukakan latar belakang atas pendapatnya. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana khalayak hendak dibawa.
2)   Detail :  Elemen ini berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan oleh seorang wartawan. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya akan membuang atau menampilkan dengan jumlah sedikit infomasi yang dapat merugikan citra dan  kedudukannya. 
3)   Maksud : elemen ini melihat apakah teks itu disampaikan secara eksplisit atau tidak. Apakah fakta disajikan secara telanjang, gamblang atau tidak. Itulah masuk karegori elemen maksud dalam wacana.
4)   Praanggapan : strategi lain yang dapat memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. Elemen ini pada dasarnya digunakan untuk memberi basis rasioal, sehingga teks yang disajikan komunikator tampak benar dan meyakinkan. Praanggapan hadir untuk memberi pernyataan yang dipandang terpecaya dan tidak perlu lagi dipertanyakan kebenarnnya karena hadirnya pernyatan tersebut.
b)  Analisis Kalimat (Sintaksis)Strategi wacana dalam level sintaksis adalah sebagai berikut  :
a. Koherensi : adalah jalinan atau pertalian antar kata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang mengambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan memakai koherensi. Sehingga dua fakta tersebut dapat menjadi berhubungan.
1) Koherensi sebab akibat. Koherensi sebab akibat dengan mudah dapat kita lihat dari   pemakaian kata penghubung yang dipakai untuk menggambarkan dan menjelaskan hubungan, atau memisahkan suatu proposisi dihubungkan dengan bagaimana seeorang memaknai sesuatu yang ingin ditampilkan pada khalayak pembaca. 
2)  Koherensi Penjelas. Koherensi penjelas ditandai dengan pemakaian anak  kalimat sebagai penjelas. Bila ada dua proposisi, proposisi kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama.
3)  Koherensi pembeda. ini berhubungan dengan pertanyaan    bagaimana  dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Dua peristiwa dapat dibuat  seolah-olah saling bertentangan dan berseberangan (contrast). Kata sambung yang biasa dipakai untuk membedakan dua proposisi ini adalah ”dibandingkan’, dibanding, ketimbang.
b. Pengingkaran :  bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang ingin diekspresikan secara implisit. Pengingkaran menunjukkan seolah-olah wartawan menyetujui sesuatu tapi hakikatnya tidak menyetujuinya.
c. Bentuk kalimat :  berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Dalam kalimat yang berstruktur aktif seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya.
d. Kata ganti : alat untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan elemen yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.
c)   Analisis Leksikon (Makna Kata) 
            Dimensi leksikon melihat makna dari kata. Unit pengamatan dari  leksikon adalah kata-kata yang dipakai oleh wartawan dalam merangkai berita atau laporan kepada khalayak. Kata-kata yang dipilih merupakan sikap pada ideologi dan sikap tertentu. Peristiwa dimaknai dan dilabeli dengan kata-kata tertentu sesuai dengan kepentingannya. 
d)   Stailistik (Retoris).
 1)  Gaya Penulisan: deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi dan narasi.   
2)  Grafis: pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah,  huruf yang dibuat ukuran lebih besar, termasuk pula, caption, raster, grafik, gambar atau tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan.

Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough

Bahasa merupakan media bagi manusia dalam berkomunikasi. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan ide, pikiran, dan perasaannya. Namun demikian, saat ini definisi bahasa telah berkembang sesuai fungsinya bukan hanya se­bagai alat berkomunikasi. Saat ini, bahasa telah menjadi media perantara dalam pelaksanaan kuasa melalui ideologi. Bahkan bahasa juga menyumbang proses domi­nasi ter­hadap orang lain oleh pihak lain (Fair­clough, 1989:2).
Terkait pernyataan di atas, Halliday (1978:2) juga menegaskan bahwa sesungguhnya bahasa bukan hanya terdiri atas kalimat, melainkan juga terdiri atas teks atau wacana yang di dalamnya terdapat tukar-menukar maksud dalam konteks interpersonal antara satu dengan yang lain. Konteks dalam tukar me­nukar maksud itu tidak bersifat kosong dari nilai sosial, tetapi sangat dipengaruhi oleh konteks sosial budaya masyarakatnya.Dalam memahami wacana (naskah/teks), tidak dapat terlepas dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks. Dikarenakan dalam sebuah teks tidak lepas akan kepentingan yang yang bersifat subjektif. 
Di dalam sebuah teks juga dibutuhkan penekanannya pada makna (lebih jauh dari interpretasi dengan kemampuan integratif, yaitu inderawi, daya piker dan akal budi). Artinya, setelah mendapat sebuah teks yang telah ada dan juga telah mendapat sebuah gambarang tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah, maka langkah selanjutnya adalah memadukann kedua hal tersebut menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut memakai sebuah teori untuk membedahnya
Perkembangan peran dan definisi bahasa ter­sebut telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kajian bahasa (linguistik). Lingu­istik tidak lagi bergerak dalam kajian struktural atau gramatikal, tetapi telah berkembang men­jadi kajian-kajian yang lintas disipliner dengan bidang lain, seperti sosiolinguistik, pragmatik, analisis wacana, neurolinguistik, dan psiko­lingu­istik. Kajian-kajian lintas disipliner itu menandai bahwa bahasa memang berperan besar dalam segala bidang kehidupan masyarakat.
Analisis wacana (kritis) terutama berhutang budi kepada beberapa intelektual dan pemikir, Michel Focult, Antonio Gramsci, Sekolah Frankfrut, Louis Althusser, dan Norman Fairclough. Setiap tokoh-tokoh tersebut menyumbangkan hasil pemikirannya sehingga melahirkan analisis wacana dalam berbagai model. Salah satu tokoh yang bukan akademisi ilmu komunikasi adalah Fairclough. Saat ini dia masih tercatat sebagai Guru Besar linguistik di Department of Linguistics and English Language, Lancaster University, Inggris.

Faiclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing. Analisis Wacana melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana dipandang menyebabkan hubungan yang saling berkaitan antara peristiwa yang bersifat melepaskan diri dari dari sebuah realitas, dan struktur sosial. Oleh karena itu dalam penyusunan makalah kali ini, penyusun bermaksud untuk memaparkan tentang analisis wacana model Norman Fairclough.
A.  Karakteristik Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Mengutip Fairclough dan Wodak (Badara, 2012:29), analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana penggunaan bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Berikut ini disajikan karakteristik penting dari analisis wacana kritis yang disarikannya oleh Eriyanto dari tulisan Van Dijk, Fairclough, dan Wodak:
1.    Tindakan
Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan. Dengan pemahaman semacam itu wacana diasosiasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk memengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, bereaksi, dan sebagainya. Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Selain itu, wacana juga dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.
2.    Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana dalam hal ini diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Merujuk pada pandangan Cook (Badara, 2012:30), analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing. Studi mengenai bahasa di sini memasukkan konteks, karena bahasa selalu berada dalam konteks dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi, dan sebagainya. Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan berpengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan ke dalam analisis.

3.    Histori
Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek yang penting untuk bisa mengerti suatu teks ialah dnegan menempatkan wacana tersebut dalam konteks historis tertentu. Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa yang menentang Suharto. Pemahaman mengenai wacana teks tersebut hanya dapat diperoleh apabila kita dapat memberikan konteks historis di mana teks tersebut dibuat; misalnya, situasi sosial politik, suasana pada saat itu.
4.    Kekuasaan
Di dalam analisis wacana kritis juga dipertimbangkan elemen kekuasaan di dalam analisisnya. Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dan masyarakat. Misalnya, kekuasaan laki-laki dalam wacana mengenai seksisme atau kekuasaan perusahaan yang berbentuk dominasi pengusaha kelas atas kepada bawahan.
5.    Ideologi
Ideologi memiliki dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia yang menyatakan nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Adapun secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial. Sebuah teks tidak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi.

B.  Analisis Wacana Kritis (AWK) Model Norman Fairclough
Norman Fairclough (Badara, 2012:26) mengemukakan bahwa wacana merupakan sebuah praktik sosial dan membagi analisis wacana ke dalam tiga dimensi yaitu text, discourse practice, dan sosial practice. Text berhubungan dengan linguistik, misalnya dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat, juga koherensi dan kohesivitas, serta bagaimana antarsatuan tersebut membentuk suatu pengetian. Discourse practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks; misalnya, pola kerja, bagan kerja, dan rutinitas saat menghasilkan berita. Social practice, dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks; misalnya konteks situasi atau konteks dari media dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya politik tertentu.
Berdasarkan hal di atas, maka dirumuskanlah suatu pengertian analisis wacana yang bersifat kritis yaitu suatu pengkajian secara mendalam yang berusaha mengungkapkan kegiatan, pandangan, dan identitas berdasarkan bahasa yang digunakan dalam wacana. Analisis wacana menggunakan pendekatan kritis memperlihatkan ketepaduan: (a) analisis teks; (b) analisis proses, produksi, konsumsi, dan distribusi teks; serta (c) analisis sosiokultural yang berkembang di sekitar wacana itu.
Pendekatan Fairclough dalam menganalisa teks berusaha menyatukan tiga tradisi yaitu (Jorgensen dan Phillips, 2007:124):
a.       Analisis tekstual yang terinci di bidang linguistik;
b.      Analisis makro-sosiologis praktik sosial (termasuk teori Fairclough, yang tidak menyediakan metodologi untuk teks-teks khusus);
c.       Tradisi interpretatif dan mikro-sosiologis dalam sosiologi (termasuk etnometodologi dan analisa percakapan) dimana kehidupan sehari-hari diperlakukan sebagai produk tindakan seseorang. Tindakan tersebut mengikuti sederet prosedur dan “kaidah akal sehat”.
Model Norman Fairclough (Eriyanto, 2001: 286) membagi analisis wacana kritis ke dalam tiga dimensi, yakni:
1.    Dimensi Tekstual (Mikrostruktural)
Setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Fungsi representasi berkaitan dengan cara-cara yang dilakukan untuk menampilkan realitas sosial ke dalam bentuk teks. Analisis dimensi teks meliputi bentuk-bentuk tradisional analisis lingu­istik – analisis kosa kata dan semantik, tata bahasa kalimat dan unit-unit lebih kecil, dan sistem suara (fonologi) dan sistem tulisan. Fair­clough menadai pada semua itu sebagai ‘analisis linguistik’, walaupun hal itu menggunakan istilah dalam pandangan yang diperluas. Ada beberapa bentuk atau sifat teks yang dapat dianalisis dalam membongkar makna melalui dimensi tekstual, diantaranya:
a.       Kohesi dan Koherensi
Analisis ini ditujukan untuk menunjukkan cara klausa dibentuk hingga menjadi kalimat, dan cara kalimat dibentuk hingga membentuk satuan yang lebih besar. Jalinan dalam analisis ini dapat dilihat melalui penggunaan leksikal, pengulangan kata (repetisi), sinonim, antonim, kata ganti, kata hubung, dan lain-lain.
b.      Tata Bahasa
Analisis tata bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam analisis wacana kritis. Analisis tata bahasa dalam analisis kritis lebih ditekankan pada sudut klausa yang terdapat dalam wacana. Klausa ini dianalisis dari sudut ketransitifan, tema, dan modalitasnya. Ketransitifan dianalisis untuk mengetahui penggunaan verba yang mengonstruksi klausa apakah klausa aktif atau klausa pasif, dan bagaimana signifikasinya jika menggunakan nominalisasi. Penggunaan klausa aktif, pasif, atau nominalisasi ini berdampak pada pelaku, penegasan sebab, atau alasan-alasan pertanggungjawaban dan lainnya. Contoh penggunaan klausa aktif senantiasa menempatkan pelaku utama/subjek sebagai tema di awal klausa. Sementara itu, penempatan klausa pasif dihilangkan. Pemanfaatan bentuk nominalisasi juga mampu membiaskan baik pelaku maupun korban, bahkan keduanya.
Tema merupakan analisis terhadap tema yang tertujuan untuk melihat strkutur tematik suatu teks. Dalam analisis ini dianalisis tema apa yang kerap muncul dan latar belakang kemunculannya. Representasi ini berhubungan dengan bagian mana dalam kalimat yang lebih menonjil dibandingkan dengan bagian yang lain. Sedangkan modalitas digunakan untuk menunjukkan pengetahuan atau level kuasa suatu ujaran. Fairclough melihat modalitas sebagai pembentuk hubungan sosial yang mampu menafsirkan sikap dan kuasa. Contoh: penggunaan modalitas pada wacana kepemimpinan pada umumnya akan didapati mayoritas modalitas yang memiliki makna perintah dan permintaan seperti modalitas mesti, harus, perlu, hendaklah, dan lain-lain.
c.       Diksi
Analisis yang dilakukan terhadap kata-kata kunci yang dipilih dan digunakan dalam teks. Selain itu dilihat juga metafora yang digunakan dalam teks tersebut. Pilihan kosakata yang dipaaki terutama berhubungan dengan bagaimana peristiwa, seseorang, kelompok, atau kegiatan tertentu dalam satu set tertentu. Kosakata ini akan sangat menentukan karena berhubungan dengan pertanyaan bagaimana realitas ditandakan dalam bahasa dan bagaimana bahasa pada akhirnya mengonstruksi realitas tertentu. Misalnya pemilihan penggunaan kata untuk miskin, tidak mampu, kurang mampu, marjinal, terpinggirkan, tertindas, dan lain-lain.

2.    Dimensi Kewacanan (Mesostruktural)
Dimensi kedua yang dalam kerangka analisis wacana kritis Norman Fairclough ialah dimensi ke­wacanaan (discourse practice). Dalam analisis dimensi ini, penafsiran dilakukan terhadap pe­mrosesan wacana yang meliputi aspek peng­hasilan, penyebaran, dan penggunaan teks. Be­berapa dari aspek-aspek itu memiliki karakter yang lebih institusi, sedangkan yang lain berupa proses-proses penggunaan dan pe­nyebaran wacana. Berkenaan dengan proses-proses insti­tusional, Fairclough merujuk rutini­tas institusi seperti prosedur-prosedur editor yang dilibat­kan dalam penghasilan teks-teks media. Praktik wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Hal ini berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat jaringan kerja wartawan dengan sesama pekerja media lainnya; pola kerja media sebagai institusi, seperti cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam media. Fairclough mengemukakan bahwa analisis kewacananan berfungsi untuk mengetahui proses produksi, penyebaran, dan penggunaan teks. Dengan demikian, ketiga tahapan tersebut mesti dilakukan dalam menganalisis dimensi kewacanan.
a.       Produksi Teks
Pada tahap ini dianalisis pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi teks itu sendiri (siapa yang memproduksi teks). Analisis dilakukan terhadap pihak pada level terkecil hingga bahkan dapat juga pada level kelembagaan pemilik modal. Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai organisasi media itu sendiri (latar belakang wartawan redaktur, pimpinan media, pemilik modal, dll). Hal ini mengingat kerja redaksi adalah kerja kolektif yang tiap bagian memiliki kepentingan dan organisasi yang berbeda-beda sehingga teks berita yang muncul sesungguhnya tidak lahir dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil negosiasi dalam ruang redaksi.
b.      Penyebaran Teks
Pada tahap ini dianalisis bagaimana dan media apa yang digunakan dalam penyebaran teks yang diproduksi sebelumnya. Apakah menggunakan media cetak atau elektronik, apakah media cetak koran, dan lain-lain. Perbedaan ini perlu dikaji karena memberikan dampak yang berbeda pada efek wacana itu sendiri mengingat setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Contoh: pada kasus wacana media wacana yang disebarkan melalui televisi dan koran memberi efek/dampak yang berbeda terhadap kekuatan teks itu  sendiri. Televisi melengkapi dirinya dengan gambar dan suara, namun memiliki keterbatasan waktu. Sementara itu koran tidak memiliki kekuatan gambar dan suara, tapi memiliki kekekalan waktu yang lebih baik dibandingkan televisi.
c.       Konsumsi Teks
Dianalisis pihak-pihak yang menjadi sasaran penerima/pengonsumsi teks. Contoh pada kasus wacana media perlu dilakukan analisis yang mendalam mengenai siapa saja pengonsumsi media itu sendiri. setiap media pada umumnya telah menentukan “pangsa pasar”nya masing-masing.
3.    Dimensi Praktis Sosial-Budaya (Makrostruktural)
Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosio­budaya media dalam analisis wacana kritis Norman Fairclough merupakan analisis tingkat makro yang didasarkan pada pendapat bahwa konteks sosial yang ada di luar media se­sungguhnya memengaruhi bagaimana wacana yang ada ada dalam media. Ruang redaksi atau wartawan bukanlah bidang atau ruang kosong yang steril, tetapi juga sangat ditentukan oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri. Praktik sosial-budaya menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan nilai dan identitas) yang juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya. Pembahasan praktik sosial budaya meliputi tiga tingkatan Tingkat situasional, berkaitan dengan produksi dan konteks situasinya Tingkat institusional, berkaitan dengan pengaruh institusi secara internal maupun eksternal. Tingkat sosial, berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan. Tiga level analisis sosiocultural practice ini antara lain:
a.       Situasional
Setiap teks yang lahir pada umumnya lahir pada sebuah kondisi (lebih mengacu pada waktu) atau suasana khas dan unik. Atau dengan kata lain, aspek situasional lebih melihat konteks peristiwa yang terjadi saat berita dimuat.
b.      Institusional
Level ini melihat bagaimana persisnya sebuah pengaruh dari institusi organisasi pada praktik ketika sebuah wacana diproduksi. Institusi ini bisa berasal dari kekuatan institusional aparat dan pemerintah juga bisa dijadikan salah satu hal yang mempengaruhi isi sebuah teks.
c.       Sosial
Aspek sosial melihat lebih pada aspek mikro seperti sistem ekonomi, sistem politik, atau sistem budaya masyarakat keseluruhan. Dengan demikian, melalui analisis wacana model ini, kita dapat mengetahui inti sebuah teks dengan membongkar teks tersebut sampai ke hal-hal yang mendalam. Ternyata, sebuah teks pun mengandung ideologi tertentu yang dititipkan penulisnya agar masyarakat dapat mengikuti alur keinginan penulis teks tersebut. Namun, ketika melakukan analisis menggunakan model ini kita pun harus berhati-hati jangan sampai apa yang kita lakukan malah menimbulkan fitnah karena tidak berdasarkan sumber yang jelas.

C.  Penerapan Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough
Analisis Mikro Pemberitaan “Jurnalis Meriahkan Gunungan Festival
Dari berbagai alat kebahasaan yang digunakan media Indonesia dalam pemberitaan “Jurnalis Meriahkan Gunungan Festival”, terdapat tiga alat yang me­nandai representasi tema dan tokoh yang ter­libat dalam pemberitaan tersebut di atas. Yaitu melalui diksi, penggunaan kalimat luas sebab akibat, dan pemilihan sumber dalam kutipan langsung. Di bawah ini adalah analisis dari aspek kebahasaan tersebut.
(1) Pada hari terakhir festival, Wayang Jurnalis bakal dipentaskan sore nanti.
(2) Cerita Wahyu Cakraningrat yang pernah dipentaskan tahun lalu akan menjadi varian tema pementasan bersama para pengisi acara dari Aceh, Toba, Padang, Bogor, Bandung, Losari, Yogyakarta, Surakarta, Jombang, Bali, dan Flores, serta dari Belgia, Jerman, Hongaria, Italia, Ukraina, Meksiko, dan Amerika.
(3) Ditargetkan, sebanyak 7.500 orang akan hadir.
Contoh data (1) – (3) menandai bahwa untuk kasus dalam konteks yang sama, Media Indo­nesia memilih diksi yang bermacam-macam, yaitu diksi bakal dan akan. Kedua diksi tersebut memiliki makna semantik yang berlainan pula. Secara sematik leksikal, makna kata bakal  yang berarti ‘sesuatu yang akan menjadi; calon; yang akan dibuat’ sedangkan makna kata akan berarti ‘menyatakan sesuatu yang hendak terjadi’, sehingga kata akan me­miliki makna yang lebih netral dibandingkan kata bakal, akan tetapi dalam konteks suatu kalimat dapat memiliki arti yang hampir sama yakni ‘hendak terjadi’.
(4) Kami ingin mengapresiasi karena para jurnalis ini perhatian dengan tradisi kita”, ungkap salah satu konseptor Gunungan Festival, Iman Nur Adi.
(5) Mereka menampilkan kisah klasik tentang wahyu keraton, Wahyu Cakraningrat. Barang siapa yang mendapat wahyu itu dipastikan mendapat gelar raja.
(6) Mereka antara lain Media Indonesia, Bisnis Indonesia, Kompas, Kabar24.com, Wanita Indonesia, Kartini, Cosmopolitan, Inilah.com, Tembi Rumah Budaya, Hai, Esquire, Gohitzz.com, Majalah Venue, dan Trax dengan bintang tamu Mario Kahitna.
(7) Bahkan, sebagian dari mereka yang sudah memiliki anak juga turut mengikuti kursus tari di Wayang Bharata.
Sedangkan contoh data (4)-(7) menandai adanya kata ganti yang digunakan dalam wacana tersebut. Kata ganti yang digunakan antara lain kami dan mereka. kata ganti kami pada data (4) merujuk pada para konseptor gunungan festival. Sedangkan kata mereka pada data (5)-(7) merujuk pada para jurnalis (media pemberitaan) yang turut serta dalam gunungan festival.
(8) Kami ingin mengapresiasi karena para jurnalis ini perhatian dengan tradisi kita.
Sementara itu, contoh data (8) me­rupakan contoh data pemanfaatan strategi lingu­istik yang berupa struktur kalimat. Kalimat luas pada data (8) di atas memiliki hubungan sebab-akibat yang ditandai dengan konjungsi karena di awal kalimat karena setelah induk kalimat.
(9) Sang produser, Trishi Setiayu, mengatakan setiap jurnalis yang tergabung memberikan komitmen besar untuk hadir latihan dan memberikan pentas terbaiknya.
Sedangkan contoh data (9) merupakan contoh data pemanfaatan strategi linguistik yang berupa struktur kalimat yang memiliki hubungan sederajat karena ditandai dengan konjungsi dan yang menyatakan kesetaraan dalam suatu kalimat.
(10) Kami ingin mengapresiasi karena para jurnalis ini perhatian dengan tradisi kita”, ungkap salah satu konseptor Gunungan Festival, Iman Nur Adi.
(11) Sang produser, Trishi Setiayu, mengatakan setiap jurnalis yang tergabung memberikan komitmen besar untuk hadir latihan dan memberikan pentas terbaiknya.
Selain itu, dalam wacana tersebut juga menggunakan substitusi persona, yakni penggantian kata ganti orang. Pada contoh data (10) kata salah satu konseptor Gunungan Festival merupakan substitusi persona dari Imam Nur Adi. Kemudian pada contoh data (11) kata sang produser adalah substitusi persona dari Trishi Setiayu.
Selain aspek kebahasaan secara struktural atau gramatikal, yang tidak kalah menariknya adalah cara Media Indonesia menyuarakan inspirasi­nya melalui kutipan langsung para tokoh yang men­jadi narasumber. Berdasarkan data yang ada, se­cara kutipan langsung dapat diketahui bahwa Media Indonesia ingin menyuarakan bahwa wayang dapat dimainkan oleh siapa saja yang ingin memainkannya, sehingga mengapresiasi wayang dapat dilakukan oleh siapa pun. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data berikut:
(12) “Wayang Jurnalis mewakili wayang orang dari Jakarta. Ternyata wayang bisa dimainkan siapa pun, tidak hanya seniman. Kami ingin mengapresiasi karena para jurnalis ini perhatian dengan tradisi kita”, ungkap salah satu konseptor Gunungan Festival, Iman Nur Adi.

Analisis Meso Pemberitaan “Jurnalis Meriahkan Gunungan Festival
Media Indonesia terbit pertama kali pada tanggal 19 Januari 1970 sebagai koran dengan jangkau­an nasional dimana koran Media Indo­nesia dapat diperoleh di 33 propinsi yang ter­sebar di 429 kabupaten / kotamadya di seluruh Indonesia. Direk­tur Utama Media Indonesia adalah Surya Paloh dan Teuku Yousli Syah se­bagai Pimpinan Redaksi.
Berdasarkan hasil survei yang dikeluarkan oleh Mark Plus Insight menempatkan Media Indo­nesia pada urutan ke-3 besar (12.22%) sebagai koran yang dibaca para eksekutif untuk meng­akses berita ekonomi dan bisnis. Readership Profile Media Indonesia adalah: 63% pria dan 37% wanita, Usia produktif 20-49 tahun (87%), Social Economic Status A1-A2-B Class (76%), Mayoritas pekerjaan White collars (44%),  Psikografis pem­baca Media Indonesia adalah western minded, optimist dan juga settled (Sumber: Media Indo­nesia online).
Visi yang diemban Harian Umum Media Indo­nesia adalah  menjadi surat kabar independen yang inovatif, lugas, terpercaya dan paling ber­pengaruh. Independen artinya adalah menjaga sikap non-partisan, dimana karyawannya tidak menjadi pengurus partai politik, menolak segala bentuk pemberian yang dapat mempengaruhi objek­tifitas, dan mempunyai keberanian untuk bersikap beda. Inovatif berarti terus-menerus me­­nyempurnakan serta mengembangkan SDM (sumber daya manusia), serta secara terus me­nerus me­ngembangkan rubrik, halaman, dan penyempur­naan perwajahan. Lugas berarti selalu melaku­kan check dan re-check, meliput berita dari dua pihak dan seimbang, serta selalu melakukan in­vestigasi dan pendalaman. Ber­pengaruh berarti dengan target bahwa Media Indonesia dibaca oleh para pengambil keputus­an, memiliki kuali­tas editorial yang dapat mem­pengaruhi peng­ambilan keputusan, mampu membangun ke­mampuan antisipatif, mampu membangun net­work narasumber dan memiliki pemasaran / dis­tribusi yang handal.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sebagai media terbesar ketiga, Media Indo­nesia merupakan harian umum yang dapat mempengaruhi opini masyarakat Indo­nesia dengan cukup luas. Rangkaian produksi teks di Media Indonesia juga bukan hanya merupakan rangkai­an yang berdiri sendiri, tetapi merupa­kan rang­kai­an institusional yang melibatkan wartawan, redaksi, editor, bahkan pemilik modal, dan lain-lain. Reali­sasi teks yang dihasilkanMedia Indonesia khususnya dalam hal pemberitaan Jurnalis Meriahkan Gunungan Festivalini juga dinilai selaras dengan visi yang di­emban yaitu, inovatif, lugas, terpercaya dan paling berpengaruh.
Analisis Makro Pemberitaan “Jurnalis Meriahkan Gunungan Festival
Situasi sosial budaya yang terjadi saat pemberitaan “Jurnalis Meriahkan Gunungan Fstival” ini tidak dapat dilepaskan  kontkes yang membangun pemberitaan tersebut. Dapat diketahui bersama bahwa pada saat pemberitaan berlangsung, tengah terselenggarakannya Gunungan Festival, yakni festival topeng dan wayang berskala internasional, yang keempat kalinya di Bale Pare Kota Baru Parahyangan, Padalarang, sepanjang pekan lalu, tepatnya pada 22-24 Mei 2015. Seluruh peristiwa tersebut men­dapat liputan yang luas dari berbagai media yang ada di Indonesia ter­masuk Media Indonesia.
Selain hal tersebut di atas, Gunungan Festival ini merupakan langkah untuk melestarikan kebudayaan topeng dan juga wayang yang semaki tergerus oleh modernisasi, padahal keduanya merupakan sebuah kekayaan Indonesia yang sangat tinggi nilainya. Dalam festival kali ini akan mengangkat wayang sebagai tema utama dimana akan mengeksplorasi secara komprehensif, mulai dari pertunjukkan, pameran, workshop, hingga talkshow yang masing-masing akan disampaikan oleh pakarnya.
 Festival ini juga melibatkan wayang jurnalis yang dipentaskan pada hari terakhir festival. Wayang jurnalis memilih untuk menampilkan kisah Wahyu Cakraningrat. Barang siapa yang mendapat wahyu itu dipastikan mendapat gelar raja. Kisah itu pun diinterpretasikan para jurnalis sebagai cerminan situasi politik bangsa ini. Beragam guyonan dan sindiran soal negara pun diselipkan pada naskah yang diperankan pemimpin redaksi, managing editor, hingga reporter dari lintas media. Mereka antara lain Media Indonesia, Bisnis Indonesia, Kompas, Kabar24.com, Wanita Indonesia, Kartini, Cosmopolitan, Inilah.com, Tembi Rumah Budaya, Hai, Esquire, Gohitzz.com, Majalah Venue, dan Trax dengan bintang tamu Mario Kahitna.
Meski tidak berkaitan secara langsung, tetapi dapat ditarik benang merah atas pemberitaan yang dihasilkan oleh Media Indonesia, erat kaitannya dengan eksistensi Media Indonesia dalam melestarikan warisan bangsa dengan mengikuti festival tersebut. Ada motivasi tertentu dalam pemberitaan tersebut dalam pencitraan Media Indonesia. Dengan demikian, opini pembaca digiring untuk memberikan pencitraan positif pada Media Indonesia sebagai media yang aktif dan eksis dalam kegiatan pelestarian budaya bangsa. 

Mengutip Fairclough dan Wodak (Badara, 2012:29), analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana penggunaan bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Berikut ini disajikan karakteristik penting dari analisis wacana kritis yang disarikannya oleh Eriyanto dari tulisan Van Dijk, Fairclough, dan Wodak: Tindakan, Konteks, Histori, Kekuasaan, dan Ideologi.
Norman Fairclough (Badara, 2012:26) mengemukakan bahwa wacana merupakan sebuah praktik sosial dan membagi analisis wacana ke dalam tiga dimensi yaitu text, discourse practice, dan sosial practice.
Dari berbagai alat kebahasaan yang digunakan media Indonesia dalam pemberitaan “Jurnalis Meriahkan Gunungan Festival”, terdapat tiga alat yang me­nandai representasi tema dan tokoh yang ter­libat dalam pemberitaan tersebut di atas. Yaitu melalui diksi, penggunaan kalimat luas sebab akibat, dan pemilihan sumber dalam kutipan langsung.Rangkaian produksi teks di Media Indonesia juga bukan hanya merupakan rangkai­an yang berdiri sendiri, tetapi merupa­kan rang­kai­an institusional yang melibatkan wartawan, redaksi, editor, bahkan pemilik modal, dan lain-lain. Reali­sasi teks yang dihasilkanMedia Indonesia, khususnya dalam hal pemberitaan Jurnalis Meriahkan Gunungan Festivalini juga dinilai selaras dengan visi yang di­emban yaitu, inovatif, lugas, terpercaya dan paling berpengaruh.Ada motivasi tertentu dalam pemberitaan tersebut dalam pencitraan Media Indonesia. Dengan demikian, opini pembaca digiring untuk memberikan pencitraan positif pada Media Indonesia sebagai media yang aktif dan eksis dalam kegiatan pelestarian budaya bangsa.

Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi

Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana. (inggris:discourse) bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada di sekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan yang tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam kesendiriannya. Mereka baru mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang berada di sekitarnya. Kalau kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana, maka persoalan kita sekarang apakah wacana itu? Berbagai macam definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun, dari sekian banyak definisi yang berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

            Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesi, akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar.


            Dalam Bahasa Indonesia ada empat bentuk wacana yaitu narasi (kisahan), deskripsi (perian/lukisan), ekposisi (paparan) dan argumentasi (alasan/bahasan). Keempat wacana di atas terkadang sulit dibedakan antara satu dengan yang lain, karena batasan masing-masing sering kabur. Sebuah karangan berbentuk narasi misalnya, kadang-kadang justru mengandung ciri karangan deskripsi atau ekposisi, atau kadang-kadang justru mengandung perdebatan yang mengarah pada wacana argumentasi. Rupanya amat sulit untuk mendapatkan bentuk wacana yang hanya memiliki ciri bentuk karangan tertentu saja, tanpa kemasukan unsur bentuk wacana lainnya?
Wacana Narasi, Deskripsi, Argumentasi, Dan Persuasi

A. Definisi Wacana
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia wacana adalah :
1)      Komunikasi verbal
2)      Percakapan
3)      Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan
4)      Satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau khotbah
5)      Kemampuan atau prosedur berpikir secara sistematis
6)      kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat
7)      Pertukaran ide secara verbal.
           
Beberapa definisi dan pendapat dari para pakar bahasa mengenai wacana, antara lain oleh J.S. Badudu (2000) mengatakan wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tertulis
Dari pengertian, pendapat dan uraian diatas, jelaslah bahwa wacana merupakan suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatauan bahasanya serta terikat konteks. Dengan demikian apapun bentuk pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam media yang memiliki makna dan terdapat konteks didalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.
Berdasarkan saluran komunikasinya wacana dapat dibedakan atas ; wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan memiliki ciri adanya penuturan dan mitra tutur, bahasa yang dituturkan, dan alih tutur yang menandai giliran bicara. Sedangkan wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistim ejaan.
Wacana dapat pula dibedakan berdasarkan cara pemaparannya, yaitu antara lain ; wacana narasi, wacana deskripsi, wacana argumentasi dan wacana persuasi.

B. URAIAN WACANA DESKRIPSI, EKSPOSISI, ARGUMENTASI, PERSUASI dan NARASI
1. Wacana Deskripsi
Wacana deskripsi adalah wacana yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Wacana deskripsi bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, membaca atau merasakan hal yang dideskripsikan. Oleh sebab itu deskripsi yang baik adalah deskripsi yang dilengkapi dengan hal-hal yang dapat merangsang panca indra. Contoh : seperti keadaan banjir, suasana dipasar dan sebagainya.
Sebagaimana menulis wacana-wacana lain dalam menulis wacana deskripsi ada langkah-langkahnya, yaitu :
1.      Menentukan topik karangan deskripsi.
2.      Merumuskan tujuan mengarang desskripsi.
3.      Mencari, mengumpulkan ataupun memilih bahan.
4.      Membuat kerangka karangan.
5.      Mengembangkan karangan.


Contoh wacana deskripsi :
Pasar Terapung adalah sebuah pasar tradisional yang seluruh aktivitasnya dilakukan di atas air dengan menggunakan perahu. Suasana pasar terapung yang unik dan khas adalah berdesak-desakan antara perahu besar dan kecil saling mencari pembeli dan penjual yang selalu berseliweran kian kemari dan selalu oleng dimainkan gelombang sungai. Kebanyakan para pedagang adalah wanita. Menariknya, di Pasar terapung ini juga masih berlaku barter antar pedagang. Tak ada organisasi pedagang sehingga jumlah mereka yang berjualan tak terhitung. Mereka datang untuk berjualan, dan bubar dengan sendirinya ketika matahari pagi mulai terik.
Pasar terapung tidak memiliki organisasi seperti pada pasar di daratan, sehingga tidak tercatat berapa jumlah pedagang dan pengunjung atau pembagian pedagang berdasarkan barang dagangan. Pasar ini unik karena selain transaksi dilakukan di atas perahu, pedagang dan pembelinya juga tidak terpaku di suatu tempat, tetapi terus bergerak mengikuti arus sungai. Keunikan ini membuat pasar terapung ini disebut sebagai Pasar Balarut.
Pasar Terapung yang terkenal di Indonesia berada di provinsi Kalimantan Selatan. Pasar Terapung di Kalsel ini mulai melakukan aktivitas transaksi jual beli pada subuh hingga pukul 10 pagi. Dari beberapa Pasar Terapung di Kalimantan Selatan, yang menjadi objek wisata terkenal adalah Pasar Terapung Muara Kuin di Banjarmasin dan Pasar Terapung Lok Baintan di Sungai Tabuk, Banjar. Pasar Terapung juga ditemukan di Thailand, Kamboja dan Vietnam.
Analisis Data :
Dari bacaan diatas dapat dikatakan wacana deskripsi sebab menjelaskan atau menggambarkan keadaan dan suasana pasar di suatu daerah. Hal ini agar orang  mengetahui  bagaimana keadaan pasar.

2 Wacana Eksposisi
. Kata eksposisi berasal dari bahasa inggris exsposition yang berarti “membuka” atau “memulai”. Memang karangan eksposisi itu karangan yang bertujuan untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu. Dalam wacana eksposisi masalah yang dikomunikasikan terutama adalah informasi. Hal utama yang dikomunikasikan terutama berupa: (a) data faktual; (b) suatu analisis atau suatu penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta; (c) mungkin sekali berupa fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian yang khusus,asalkan tujuan utamanya untuk memberikan informasi. Agar karangan eksposisi itu jelas seringkali disertakan gambar,denah, peta dan angka-angka.

Contoh wacana eksposisi :
Vitamin A
Vitamin A terdapat dalam mentega, ikan, buah-buahan berwarna kuning, dan sayur-sayuran. Diet yang rendah vitamin A dapat menyebabkan resistensi yang menurunkan terhadap infeksi, nafsu makan yang menurun, dan pencernaan makanan yang tidak sempurna. Pada mata dapat menyebabkan xeropthalmia. Pada kulit, kekurangan vitamin A menyebabkan timbulnya bintik-bintik atau penonjolan pada lengan, bahu, dan tungkai dengan ukuran yan berbeda-beda yang mengelilingi folikel-folikel. Biasanya mulai pada bagian depan dan samping lengan atas, kemudian menyebar kebagian lengan, tungkai, bahu, perut, dan akhirnya bila sampai berlarut-larut dapat menjalar kemuka. Penonjolan-penonjolan ini keras, kering, warnanya lebih gelap dari kulit sekitarnya dan tengahnya teras tajam.di muka menyerupai jerawat dan kulit muka kering sekali.
Kelebihan vitamin A juga memberi gejala yang tidak dikehendaki orang. Dilaporkan, terjadi pada anak-anak yang orang tuanya memberikan terlalu banyak vitamin A. Gejala-gejala kelebihan vitamin A rambut menjadi rontok , juga alis mata. Rambut yang tinggal menjadi kasar dan kering, bibir pecah-pecah, pigmentasi dan gatal-gatal pada kulit. Pada orang dewasa gejalanya terjadi sakit-sakit pada sendi tulang, pembentukan sisik-sisik pada kulit dan kerut-kerut pada pinggir mulut dan lubang hidung. Rambut rontok dan yang ketinggalan pun menjadi kasar dan kering serta pigmentasi pada kulit muka dan leher. Bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan gejala-gejala seperti lelah, nyeri otot, nafsu makan menurun, sakit kepala, dan penurunan berat badan. Dengan menghentikan vitamin A dalam beberapa minggu gejala ini akan hilang.      

3. Wacana Argumentasi
            Wacana argumentasi adalah wacana yang bertujuan mempengaruhi pembaca agar dapat menerima ide, pendapat, atau pernyataan yang dikemukakan penulisnya. Untuk memperkuat ide atau pendapatnya, penulis wacana argumentasi menyertakan data-data pendukung. Tujuannya, pembaca menjadi yakin atas kebenaran yang disampaikan penulis.
            Dalam wacana argumentasi, biasanya ditemukan beberapa ciri yang mudah dikenal. Cirri-ciri tersebut misalnya :
1.      Ada pernyataan, ide, atau pendapat yang dikemukakan penulisnya
2.      Ada alasan, data, atau fakta yang mendukung
3.      Pembenaran berdasarkan data dan fakta yang disampaikan.
Data dan fakta yang digunakan untuk menyusun wacana atau paragraf argumentasi dapat diperoleh melalui wawancara, angket, observasi, penelitian lapangan, dan penelitian kepustakaan. Pada akhir paragraf atau karangan perlu disajikan kesimpulan.
Tujuan yang ingin dicapai melalui pemaparan argumentasi ini, antara lain :
1.      Melontarkan pandangan / pendirian
2.      Mendorong atau mencegah
3.      Mengubah tingkah laku pembaca
4.      Menarik simpati
               Contoh : laporan penelitian ilmiah, karya tulis dsb.
Contoh wacana argumentasi :
Menyetop bola dengan dada dan kaki dapat ia lakukan secara sempurna. Tembakan kaki kanan dan kiri tepat arahnya dan keras. Sundulan kepalanya sering memperdayakan kiper menmengambil bola dari kakinya. Operan bolanya tepat dan terarah. Amin benar-benar pemain bola jempolan. 
Analisis Data :
Dari data tersebut bisa dikatakan wacana argumentasi sebab mempengaruhi pembaca agar dapat menerima wawasan berdasarkan data yang disajikan.



4. Wacana Persuasi
Wacana persuasi merupakan wacana yang berisi imbauan atau ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu seperti yang diharapkan oleh penulisnya. Oleh karena itu biasanya disertai penjelasan dan fakta-fakta sehingga meyakinkan dan dapat mempengaruhi pembaca.
Pendekatan yang dipakai dalam persuasi adalah pendekatan emotif yang berusaha membangkitkan dan merangsang emosi.
Contoh :
1.      Propaganda Kelompok / Golongan, Kampanye
2.      Iklan Dalam Media Massa
3.      Seleb`aran, Dsb
Contoh wacana persuasi :
Iklan Minuman :
Iklan Teh Botol Sosro. Penulis  menganggap ada realitas sosial yang sengaja dibentuk untuk mempengaruhi masyarakat. Hal ini dikarenakan, dalam melakukan promosinya, iklan Teh Botol Sosro menggunakan slogan “apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro” . Berdasarkan tesis ini, slogan tersebut menunjukkan bahwa Sosro ingin mengubah pola pikir masyarakat untuk selalu mengkonsumsi minuman.
Realitas yang ditampilkan dalam iklan, bukanlah sebuah sebuah cermin realitas sosial yang jujur. Tapi iklan adalah sebuah cermin yang cenderung mendistorsi realitas, atau Marchand menyebutnya sebagai a hall of distorting mirrors. Iklan cenderung membangun realitas yang cemerlang, melebih-lebihkan, dan melakukan seleksi tanda-tanda atau images, sehingga tidak merefleksikan realitas akan tetapi mengatakan sesuatu tentang realitas. Iklan merangkum dilema-dilema sosial atau aspek-aspek realitas sosial dan mempresentasikannya secara tidak jujur. Iklan menjadi cermin yang mendistorsi realitas yang dipresentasikannya dan sekaligus menampilkanimages dalam visinya.
5. Wacana Narasi
Wacana Narasi adalah salah satu jenis wacana yang menceritakan / mengisahkan sesuatu peristiwa secara berurutan berdasarkan urutan kejadiannya. Dengan demikian wacana jenis ini tidak bermaksud untuk mempengaruhi seseorang melainkan hanya menceritakan sesuatu kejadian yang telah disaksikan, dialamin dan didengar oleh pengarang (penulisnya). Narasi dapat bersifat fakta atau fiksi (cerita rekaan). Narasi yang bersifat fakta, antara lain biografi dan autobiografi, sedangkan yang berupa fiksi diantaranya cerpen dan novel.
Contoh wacana narasi :
Kegiatan disekolahku demikian padatnya. Setiap hari, aku masuk pukul 07.00. Agar tidak terlambat, aku selalu bangun pukul 04.30. Setelah mandi, akupun shalat subuh. Kemudian, aku segera mengenakan seragam sekolah. Tak lupa aku lihat-lihat lagi buku yang harus aku bawa. Yah, sekedar mengecek apakah buku-buku yang aku bawa sudah sesuai dengan jadwal pelajaran hari itu. Selanjutnya, aku makan pagi. Lalu, kira-kira pukul 06.00, aku berangkat ke sekolah. Seperti biasanya, aku ke sekolah naik angkutan umum. Jarak rumah dengan sekolahku tidak jauh, sekitar enam kilometer. Aku memang membiasakan berangkat pagi-pagi. Maklum, angkutan kota sering berhenti lama untuk mencari penumpang. Jika aku berangkat agak siang, wah, bisa terlambat sampai di sekolah.
Di sekolah, aku belajar selama kurang lebih enam jam. Jam pelajaran berakhir pukul 12.45. Itu untuk hari-hari biasa. Hari Rabu, aku pulang pukul 14.30, karena mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dulu. Khusus hari Jum’at, aku bisa pulang lebih awal, yaitu pukul 11.00.
Paragraf narasi diatas berisi sebuah fakta. Apabila dicermati, paragraf tersebut berisi urutan peristiwa berikut : bangun pukul 04.30, mandi, shalat subuh, berpakaian, mengecek buku, makan pagi, berangkat sekolah, belajar di sekolah, pulang sekolah. Rangkaian  peristiwa tersebut dialami oleh tokoh aku. Aku mengalami “konflik” dengan dirinya sendiri, yaitu kebiasaannya setiap hari.